Pilu. Begitu rasa hati kita saat mendengar kabar penembakan masjid di Christchruch, Selandia Baru, Jum’at pagi kemarin. Hati tambah kacau balau ketika kita mengetahui bahwa aksi penembakan itu disiarkan langsung oleh pelaku melalui saluran live akun Facebook nya.
Banyak orang bertanya-tanya: bagaimana bisa sang pelaku menyiarkan video tersebut secara live? Apakah Facebook tidak mengamati dan langsung mengambil tindakan di kala itu juga? Dilansir dari berbagai sumber, berikut ini adalah beberapa penjelasan yang bisa didapatkan.
Laporan live tersebut baru bisa direspon setelah beberapa waktu
Sebuah laporan akan masuk melalui notifikasi para moderator dan akan mengingatkan notifikasi tiap lima menit untuk dicek apakah ada perkembangan atau tidak. Inilah saat dimana konten Facebook bekerja.
Facebook mendapatkan aktivitas live streaming yang beribu-ribu
Ada hal yang perlu kita ketahui bahwa pengguna Facebook bisa mencapai miliaran orang di seluruh penjuru dunia. Hal ini berarti tidak sedikit pula yang melakukan kegiatan live streaming pada waktu yang bersamaan.
Sebanyak apapun pegawai Facebook, tidak mungkin mereka mengawasi seluruh kegiatan para pengguna. Meskipun sudah ada penerapan sistem Artificial Intelligence, namun hal ini belum bisa mencakup keseluruhan pengguna yang sangat banyak jumlahnya.
Facebook bukan tidak ingin mencegahnya, namun mereka perlu mengikuti prosedur yang cukup panjang karena harus verifikasi
Transisi antara stream yang tidak melanggar menjadi melanggar sangatlah cepat sehingga Moderator Facebook diharuskan memastikan semuanya.
Karena itulah dalam kasus ini, pada kenyataannya bukanlah perusahaan media sosial yang tidak bergerak untuk menghalangi hal tersebut, tetapi sulitnya mengawasi seluruh siaran langsung tersebut.
Sebuah live streaming baru dapat segera ditindaklanjuti setelah ada laporan, walaupun berbagai siaran yang sedang berlangsung juga diawasi
Demi menjaga kenyamanan pengguna, Facebook mengajak user untuk melaporkan hal yang dirasa tidak pantas diposting.
Jika terdapat hal semacam itu, orang-orang yang melihatnya bisa melaporkannya dengan memilih opsi report atau laporkan.
Moderator memiliki pilihan dalam merespon laporan tersebut, tergantung konten yang mereka lihat
Ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi. Yang pertama adalah mengabaikan laporan tersebut jika konten tersebut masih dirasa tidak menyalahi aturan.
Kedua, Facebook bisa langsung menghapus live streaming tersebut. Atau yang ketiga Facebook akan melakukan penelitian terlebih dahulu. Jika dirasa ada sangkut paut dengan terorisme pihak Facebook akan melaporkannya ke pihak berwenang.
Untuk kasus terorisme, moderator diharuskan bisa menjelaskan kronologi secara lebih detil sesuai pertanyaan default yang diberikan
Saat menghadapi konten seperti kasus terorisme, Moderator diharuskan mengisi sejumlah pertanyaan yang menjelaskan tentang konten offensive tersebut.
Dari situ moderator baru bisa memberikan label terhadap stream nya. Untuk kasus penembakan ini, moderator konten Facebook memasukkannya dalam kategori “Bukti potensi perlakuan keji terhadap orang atau hewan.” Ada pula label “Adanya gambar atau suara senjata api atau lainnya.”
Kasus lambatnya respon macam ini sudah disadari oleh Facebook dan karenanya mereka terus berusaha mengembangkan sistemnya
Karena itu sekarang Facebook sudah membangun perangkat otomatis yang membantu menangani hal tersebut.
Karena bukan hanya kasus mengerikan ini yang pernah didapatkan oleh Facebook. Ada pula kasus streaming bunuh diri serta yang lain, dan untuk merespon hal itu, Facebook membangun sistem pengawasannya.
Itulah alasan mengapa pelaku penembakan masjid di Selandia Baru bisa melakukan siaran langsung di Facebook. Karena itu jangan menyalahkan Facebook lantaran hal ini. Jika ingin lebih baik, kita sebagai pengguna juga harus responsif terkait masalah-masalah seperti ini.
Semoga tidak ada lagi kejadian mengerikan seperti ini ya.